Buah kelapa biasa beda dengan kelapa sawit, meskipun sama-sama disebut
kelapa, meskipun sama-sama keluarga palem. Buah kelapa biasa berukuran besar.
Diameternya sekitar 25 cm. Buah kelapa sawit kecil. Diameternya hanya 3 cm.
Buah kelapa biasa, terdiri dari sabut, tempurung, daging buah dan air kelapa.
Buah kelapa sawit terdiri dari sabut, tempurung dan langsung daging buah (inti
biji), dan tidak ada air kelapanya. Satu tandan kelapa biasa hanya terdiri dari
belasan butir buah. Satu tandan kelapa sawit terdiri dari ratusan butir buah.
Tetapi perbedaan pokok kelapa biasa dengan kelapa sawit adalah dari produksi
minyaknya. Baik bagian buah yang menghasilkan minyak, produktivitas maupun
hasil akhir.
Minyak kelapa biasa (coconut oil), berasal dari daging buahnya. Sementara
sabutnya terdiri dari serat sabut dan gabus sabut. Minyak kelapa sawit (Crude
Palm Oil = CPO), berasal dari sabutnya. Daging buah atau inti biji, juga
menghasilkan minyak inti (kernel oil), tetapi volumenya sangat kecil jika
dibanding dengan minyak dari sabutnya. Produktivitas kelapa, rata-rata hanya
2,5 ton minyak per hektar per tahun. Produktivitas sawit, rata-rata 5,5 ton
minyak per hektar per tahun. Di kebun yang bagus, produktivitasnya bisa sampai
7,5 ton minyak perhektar per tahun. Dari daging buah kelapa (kopra), akan
dihasilkan bungkil dan minyak kelapa. Kalau diolah secara tradisional, akan
dihasilkan ampas kelapa, blondo (protein) dan minyak kelapa.
Dari pengolahan Tandan Buah Sawit (TBS), akan dihasilkan Tandan Buah Kosong
(TBK), serat sabut dan tempurung, serta Crude Palm Oil (CPO). CPO sendiri bisa
langsung diolah mejadi minyak goreng, margarin, shortening, non diary cream,
emulsion dll. Bisa juga CPO diolah lebih lanjut menjadi oleokimia (olein), yang
selanjutnya bisa diproses menjadi fatty acids, fatty alcohols, fatty acid
methyl ester, fatty amine, glycerine dll. Dari bahan-bahan ini bisa dibuat
deterjen, plastik, emulsi, biodisel (biofuel), dll. Hingga CPO merupakan bahan
industri strategis di masa depan. Sebab sebagai penghasil lemak nabati, kelapa
sawit paling tinggi produktivitasnya. Produktivitas sawai hanya kalah dari
algae.
# # #
Panen kelapa sawit, dilakukan dengan memotong pangkal tandan buah, yang
melekat erat pada batang. Karena tandan buah ini selalu tumbuh di ketiak
pelepah daun, maka untuk memotong tandan buah, pelepah daun juga harus ikut
dibuang. Pemotongan pangkal tandan buah, dilakukan dengan dua macam alat.
Ketika letak tandan buah masih berada pada ketinggian di bawah 5 m, maka alat
panennya berupa pisau berbentuk pahat, yang ditaruh pada ujung galah. Ujung
pisau itu ditekankan ke pangkal tandan buah lalu didorong hingga terpotong.
Ketika tanaman sudah cukup tinggi, maka pemanenan dilakukan dengan sabit besar,
yang ditaruh di ujung galah. Sekarang ujung sabit dikaitkan ke pangkal tandan
buah lalu ditarik sampai terpotong.
Tandan buah sawit bisa mencapai berat 50 kg. per tandan. Namun rata-rata
berat tandan 25 kg. Ketika baru belajar berbuah pada umur 3 tahun, berat
rata-rata tandan hanya 5 kg. Demikian pula dengan tanaman sawit pada lahan yang
kurang subur, atau tanaman yang berasal dari benih palsu. Tanda buah sawit siap
panen yang paling kasat matam, adalah warna kulit buah yang menjadi kemerahan
atau kuning oranye. Warna kulit buah ini, sangat tergantung dari verietasnya.
Nigrescens, ungu ketika muda dan merah setelah matang. Virecens muda hijau
ketika matang merah. Albescens hitam dengan pangal hijau ketika muda dan tetap
hitam dengan pangkal kuning ketika matang. Dura, pisifera dan tenera hitam
ketika muda dan merah setelah matang.
Memetik TBS harus tepat waktu. Kalau terlalu cepet dipetik, kadar minyak
masih rendah. Kalau terlalu matang, buah akan rontok dari tandan dan merepotkan
proses pemungutan serta pengangkutan. Buah yang sudah dipetik, harus segera
diangkut ke pabrik. Di sini, TBS ditampung di satu tempat. Dengan buldoser. TBS
didorong masuk ke lori-lori yang sudah menunggu. Lori-lori ini selanjutnya akan
masuk ke dalam tabung raksasa yang bisa memuat sampai 9 lori. K dalam tabung
ini dilairkan uap panas. Setelah satu jam, buah akan masak, tabung dibuka dan
lori ditarik keluar. TBS yang sudah masak ini dituang ke dalam mesin perontok.
Di sini butir buah dipisahkan dari tandannya. TBK kemudian dibuang ke tempat
penampungan.
Butir biji yang sudah masak itu kemudian digiling dan dipres, hingga
cairannya terpisah dari bagian padat. Bagian padatnya berupa biji plus
tempurungnya, dengan serbuk sabut. Bahan padat ini kemudian masuk ke
pnggilingan tahap berikutnya, untuk memecah tempurung. Setelah tempurung
terpecah, inti biji dipisahkan dari serbuk sabut plus pecahan tempurung. Cairan
biji kemudian diproses lebih lanjut berupa penyaringan, pemanasan, pengendapan
dan penjernihan, hingga menjadi CPO. Limbah cair ini harus diproses lebih
lanjut hingga menghasilkan lumpur dan air yang bisa dibuang ke perairan umum.
Kernelnya, bisa langsung diolah menjadi kernel oil. Umumnya, pabrik kernel oil
terpisah dari pabrik CPO.
# # #
Limbah padat berupa serbuk sabut dan pecahan tempurung, sebagian langsung
dialirkan ke tungku (tanur) untuk bahan bakar.Pabrik sawit selalu menggunakan
bahan bakar limbah pabrik, berupa serbuk sabut dan pecahan tempurung. Di
tungku, limbah ini dibakar untuk memanaskan ketel raksasa berisi air. Tungku
ini dilengkapi dengan blower yang meniupkan udara, hingga dicapai pembakaran
dengan hasil kalori yang cukup tinggi. Di satu pabrik minimal ada dua unit
blower. Uap air dari ketel ini dialirkan ke turbin untuk memutar generator
penghasil listrik. Sebagian dialirkan ke tabung pemanas TBS. Sebagian lagi
dialirkan ke lokasi penanganan limbah cair. Unit penanganan limbah ini
memerlukan panas agar limbah tidak segera memadat.
Di satu unit pabrik sawit, selalu surplus bahan bakar. Hingga sisa serbuk
sabut dan pecahan tempurung, sering digunakan untuk kompos atau mengeraskan
jalan. Sementara TBKnya sekarang dikembalikan ke kebun sebagai pupuk organik.
Meskipun selalu surplus bahan bakar, semua pabrik pengolahan sawit tetap punya
mesin disel sebagai untuk menggerakkan dinamo. Disel ini dihidupkan pada awal
start pabrik, atau kalau unit ketel uapnya mengalami kerusakan. Kalau
perhitungan rasio kapasitas pabrik cocok dengan luas kebun, maka pabrik sawit
ini bisa beroperasi 24 jam nonstop. Kalau perhitungan rasionya tidak cocok,
maka pabrik hanya akan beroperasi 20 jam, 18 jam atau malahan hanya 12 jam
saja.
Kapasitas pabrik ini biasanya disesuaikan dengan volume TBS. Ada pabrik
skala 3.000; 5.000; 10.000 sd. 15.000 hektar. Pabrik mini dengan skala
kurang dari 3.000 hektar, efisiensinya menjadi berkurang. Pabrik CPO, bisa
dirancang hanya memproduksi CPO. Ada yang memproduksi CPO dan kernel oil. Ada
pula yang integreted sampai ke memproduksi minyak goreng, bahkan biodisel. Pabrik
sawit skala besar yang integreted, jatuhnya lebih murah dibanding pabrik skala
kecil. Di Indonesia, hanya ada pabrik skala besar, menengah dan kecil. Tidak
pernah ada pengolahan sawit secara rumahtangga. Perusahaan besar dan PTPN,
tampaknya takut kalau pengolahan sawit secara rumahtangga berkembang, pencurian
TBS akan marak.
Beda dengan di Afrika, yang masyarakatnya sejak awal sudah terbiasa mengolah
buah sawit secara rumahtangga. Di beberapa negara di Afrika, populasi tanaman
sawit tidak sebanyak di Indonesia dan Malaysia, dua negara penghasil CPO
terbesar di dunia. Itulah sebabnya di sini, dimungkinkan mengolah sawit dalam
skala rumahtangga. Pada pengolahan skala rumahtangga, TBS justru dipanen
setelah benar-benar masak, hingga butir buahya mudah dirontokkan secara manual,
sebelum perebusan. Butir buah yag sudah terpisah dari tandan, selanjutnya
direbus atau dikukus sampai benar-masak. Butir buah yang telah direbus itu,
selanjutnya digiling dan dipres (diperas) cairannya, dengan peralatan
sederhana.
# # #
Cairan buah, disaring, dipanaskan dan diendapkan sampai menjadi minyak.
Pengolahan sawit skala rumahtangga, bisa hanya menghasilkan CPO, tetapi bisa
pula langsung menghasilkan minyak goreng. Proses pengolahan buah sawit mentah
menjadi COP dan minyak goreng skala rumahtangga, sebenarnya relatif sederhana.
Meskipun tetap lebih rumit, dibanding dengan mengolah daging buah kelapa
menjadi minyak kelapa. Namun pengolahan sawit skala rumahtangga ini, bisa
meningkatkan pendapatan petani, di kawasan yang agroindustri sawitnya belum
seperti di Indonesia dan Malaysia. Di Idonesia, dengan harga TBS mencapai Rp
4.00,- per kg, para petani lebih baik menjualnya ke pabrik CPO.
Bahkan, TBS di kawasan Banten dan Jawa Barat pun (Bogor), banyak yang dicuri
dan dijual ke Sumatera. Di Jawa, hanya ada dua agroindustri CPO. PT Condong
Garut di Pemeungpeuk, Jawa Barat, yang merupakan perusahaan swasta dan PTPN
VIII (BUMN) dengan kebunnya di Cisalak Baru (Bogor), Bojong Datar, Sang Hyang
Damar dan Kertajaya (Lebak dan Pandeglang). Pabrik CPO nya dari empat kebun ini
ada di Kertajaya. PTPN VIII juga sudah membuka beberapa kebun baru bekas
tebangan karet di Kab. Sukabumi, Jawa Barat. Rencananya, di Sukabumi ini akan
dibangun pula pabrik CPO baru. Dibanding dengan hasil CPO PTPN dari luar Jawa,
hasil CPO PTPN dari Jawa ini relatif kecil. Itulah sebabnya pemasarannya tidak
diikutkan lelang di Kantor Pemasaran bersama (KPB).
Sawit sebenarnya tidak hanya sekadar menghasilkan CPO dan kernel oil. TBK
dan pelepah daunnya, sebenarnya juga bisa diproses lebih lanjut menjadi pakan
ternak, metanol dan pulp. Sisa ampas sabut dan pecahan tempurungnya, bisa
menjadi briket arang, pupuk organik dan papan partisi. Namun Indonesia dengan
hasil CPO 15 juta dan Malaysia n 14,8 juta metrik ton per tahun, tentu tidak
terlalu tertarik mengurus produk di luar CPO. Negara afrika penghasil CPO
terbesar adalah Nigeria, 800.000 Pantai Gading 360.000; Kongo, 175.000, Kamerun
150.000; Ghana 120.000 dan Sierra Leone 36.000 metrik ton. Di sini, hasil di
luar CPO masih sangat berharga untuk diolah lebih lanjut.
Makasih ya manfaat sekali share tentang Kelapa ini
BalasHapus